29 Juli 2011

Menunggu Loket Kawah Dibuka



Gerbang Ujung Jawa Timur (2-Selesai)

Sampai pal 10 napas sudah tersengal-sengal. Hingga pal 14 rasanya ingin berhenti dan menyerah. Hilang sudah foto dan tayangan Kawah Ijen yang memesona. Jantung tidak bisa diajak bersahabat, kaki juga gemetaran.

Ditambah satu kaki berupa tongkat, lima perempuan berumur berjalan pelan. Sesekali di tikungan menanjak berhenti. Mengambil napas untuk kemudian berjalan lagi. Sebenarnya ada delapan orang yang berangkat, tetapi tiga orang sudah menyerah sebelum di pal 10.
Delapan perempuan yang semuanya berusia 62 tahun itu adalah geng SMA Cor Jesu Malang. Mereka teman sekelas bahkan ada yang berteman sejak TK. Setiap tahun para oma itu bertemu untuk reuni. Biasanya reuni di luar kota dengan menikmati tempat wisata, seperti Kawah Ijen. Minggu (1/5/2011) mereka sepakat ‘menaklukkan’ Kawah Ijen.

Kencana, dosen S3 Pascasarjana Unesa, dengan bersandal dan membawa tas plastik berisi perbekalan, dengan ringan berseru ‘mogooook’ setiap kali berhenti sejenak. Kelompok para ibu sepuh itu membuat pengunjung Kawah Ijen heran. Mereka tak henti-hentinya menjawab berumur 62 dan diikuti decak kagum para penanya.

“Harus kuat meski pelan-pelan. Harus sampai kawah,” kata Kencana memberi semangat pada dirinya sendiri setiap melewati satu pal. Setiap pal menunjukkan 100 meter yang sudah dilewati.

Tidak ada yang berubah dari Gunung Kawah Ijen yang biasa disebut Kawah Ijen. Pal Tuding, pos awal pendakian tetap ala kadarnya dengan beberapa tempat menginap yang sederhana. Dari Pal Tuding ke Pondok Penambangan Belerang dengan langkah normal dapat ditempuh 1,5 jam. Ditambah setengah jam lagi, pesona Kawah Ijen terbentang di depan mata. Jika beruntung, kaldera kehijauan akan tampak jelas. Akan tetapi, jika kurang beruntung ‘loket’ untuk melihat kaldera itu akan tutup sementara karena kabut bisa datang kapan saja.

Banyuwangi memang beruntung memiliki semuanya. Ada Kawah Ijen yang menjadi daya tarik luar biasa bagi wisatawan lokal dan mancanegara, Hutan Baluran dan Alas Purwo tempat banteng dan aneka satwa hidup bebas. Banyuwangi juga memiliki pegunungan dengan perkebunan karet, kopi, dan cengkeh ditambah dengan pantai-pantai indah dan nyaman hingga dipercaya penyu-penyu untuk menyembunyikan telur-telur mereka di Sukamade dan Ngagelan.

Pelancong dari Prancis paling banyak datang ke Kawah Ijen. Mereka menikmati kelelahan, kaki pegal, dan keringat bercucuran untuk sampai ke kaldera. Kawah Ijen adalah kaldera terbesar di Indonesia dan sampai sekarang belerangnya ditambang secara tradisional. Kawah ini memiliki tingkat keasaman yang sangat tinggi yaitu mendekati nol sehingga bisa melarutkan tubuh manusia dengan cepat. Suhu kawah mencapai 200 derajat Celcius. Padahal suhu di Pal Tuding dan rute pendakian bisa mencapai 10 derajat Celcius.

Dua jalur bisa dilewati menuju Kawah Ijen yaitu dari Banyuwangi dan Bondowoso. Jalur Bondowoso cukup mulus. Jalur dari Banyuwangi cantik karena melewati hutan dan perkebunan kopi meski kondisi jalan membuat waspada.

“Jalur ke Kawah Ijen sudah masuk rencana untuk diperbaiki meski wisatawan asing lebih suka jika jalur itu tetap alami dengan batuan,” kata Abdullah Azwar Anas, Bupati Banyuwangi saat bertemu peserta Fam Trip, Minggu (1/5/2011). Jadi, kepentingan siapa yang akan dilayani, wisatawan asing atau penduduk lokal? “Jalan tetap akan diperbaiki agar akses menuju Kawah Ijen lancar. Tahun ini sudah masuk rencana,” tambah Azwar.

Karena menyuguhkan pesona alami juga Ijen Resort and Villas membiarkan lingkungan apa adanya. Jalur masuk berupa jalan makadam. Bonusnya, sawah bertingkat berpagar pohon kelapa seperti kalender lawas. Resort itu banyak diminati pelancong asing karena mereka bisa mencelupkan kaki ke lumpur sawah dan menyentuh kerbau yang membajak tanah.

Jika sudah begini, mengapa harus pergi ke luar negeri? Jelajahi dulu suguhan alam yang indah sebelum memutuskan ke luar negeri.

Tulisan ini dimuat di Harian Surya, 4 Mei 2011