18 Juni 2009

Rokok Kemenyan




Menjelang sore rombongan tim juri yang akan menilai wilayah dalam program Sampoerna Hijau Kotaku Hijau berhenti di RW 1 Desa Bubutan, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Purworejo, Jumat (5/6). Menjelang sore udara jernih campuran antara bau sawah, tegalan, dan segarnya air sungai.
Sambutan di desa ini cukup unik. Para ibu, anak-anak, simbah-simbah berjajar sambil memegang sapu lidi. Ada yang sapu lidinya sudah memendek terlalu sering dipakai tetapi yang banyak justru sapu lidi yang masih baru dengan ujung tidak dipangkas. Hehe, mana bisa menyapu dengan nikmat ya kalau bentuknya seperti ekor kuda. Beberapa membawa sapu ala Harry Potter.
Makin sore sambutan makin meriah. Tetapi kok ada aroma aneh ya. Seperti kemenyan yang membuat sedikit merinding. Apalagi matahari cepat sekali menggelincir ke sebelah barat. Setiap kali mendekat ke rombongan para bapak di desa itu, setiap kali pula tercium aroma yang dekat dengan segala yang membuat semua persediaan hantu keluar dari sarangnya.
”Bau kemenyan ya,” bisik Bu Aida dari Pikiran Rakyat, Bandung. Saya tak merespons, khawatir penciumannya benar. Yang tanggap justru Pak Sulhi dari Intisari, Jakarta. Makin dihirup, makin jelas aroma kemenyan.
Iseng saya tanya pada rombongan bapak yang berjalan berjajar ketika akan menunjukkan bagaimana RW mereka mengumpulkan sampah yang dicampur kotoran sapi kemudian digiling hingga menjadi pupuk. Pupuk ini yang dipakai lagi di tegalan. Halaman-halaman yang Masya Allah luasnya rimbun dengan barongan bambu dan aneka pohon menjadi setting yang cocok dengan bau kemenyan. Apalagi di hari menjelang surup, senja.
”Kok bau kemenyan ya, Pak. Jangan-jangan ini jopa-japu alias mantra supaya menang.” Para bapak itu terkekeh. ”Bukan, Mbak. Ini bau rokok kemenyan,” kata seorang bapak menunjukkan rokok yang panjangnya hampir dua kali lipat rokok biasa yang disulut seorang bapak di depan salah satu rumah. ”Itu produksi asli desa ini. Yang membuat Pak Seno,” kata bapak itu.
Yang dipanggil Pak Seno ada di dalam rombongan ini. Pak Seno tersenyum. ”Itu saya namakan rokok Ilegal. Saya meramu sendiri, melinting.”
Konsumennya warga desa ini. Menurut Pak Seno yang berkumis sangat tebal ini, rokok kemenyan menjadi favorit. Selain rasanya sesuai selera, harganya juga murah. Sebatang Rp 500 dengan masa isap dua kali lipat lebih lama dibandingkan rokok biasa. Sehari Pak Seno bisa melinting 100 rokok. Dari setiap batang, dia mengambil untung Rp 100. Lumayan, sebulan dia bisa dapat Rp 300.000.
”Walah, jangan dihitung untungnya. Boyok yang pegel karena harus membungkuk ketika melinting apa tidak dihitung. Pijetnya itu lho,” kata Pak Seno tertawa. Karena ini kegiatan selingan, dia tidak mematok harus melinting setiap hari. ”Pokoknya kalau di warung-warung sudah tinggal sedikit, ya saya nglinting lagi. Kalau pulang dari tegalan, capek, ya tidak nglinting. Kalau ada tamu seperti sampeyan begini, saya juga tidak nglinting.”
Malu, kedatangan saya dan rombongan ternyata membuat warga desa menghentikan aktivitas yang bisa mendatangkan keuntungan. Dengan enteng Pak Seno membagi resep rokok lintingnya. ”Ya racikannya biasa. Mbako (tembakau) enak dan yang biasa dicampur, dikepyuri kemenyan, dilinting. Takarannya tidak tahu ya, pokoknya dikira-kira,” kata Pak Seno.
Pak Sulhi beli 10 batang. Katanya untuk oleh-oleh teman-temannya di Jakarta. Jika sangat panjang, bagaimana kemasannya? Orang desa tak peduli kemasan wong mereka belinya juga eceran. Karena Pak Sulhi beli 10, rokok dikemas dalam plastik sekiloan yang diikat begitu saja. Rokok rakyat ini memang unik.
Pak Seno menawari saya rokok kemenyan. Saya ambil sebatang, saya cium. Hhhhggg... bau kelembak alias kemenyannya tercium samar-samar. Aroma ini akan kuat ketika rokok dibakar dan diisap. Tentu saja saya menggeleng ketika ditawari korek api. Gila apa memenuhi paru-paru dengan konon ’makanan’ makhluk lain!

Yang motret: saya
1. Anak-anak TPQ diajak menyambut dengan sapu baru. Ustadzahnya oke, sabar.
2. Sentra perajin pot dengan hiasan beling. Lihat saja rokok di mulut bapak ini, panjang dan baunya itu lho.

Tidak ada komentar: