Jumat sore menjadi hari “mengerikan” bagi warga Singapura.
Ingar-bingar klakson impas dibayar dengan kedatangan wisatawan, terutama dari
Singapura memang bukan lagi negeri asing. Dia seperti bagian dari
Menurut Singapore Tourism Board (STB) jumlah kedatangan turis asing ke Singapura selama 2006 mencapai 9,7 juta wisatawan. Dari jumlah itu, 1,92 dari
Singapura menjadi gula-gula yang tak pernah membosankan.
***
Gudang dengan dinding sengaja disemen tanpa plamir berwarna putih mangkak terasa lembap saat disentuh. Pintunya dari kayu utuh dengan cat yang dibiarkan mengelupas. Supaya mudah dibuka, gerendel dibuat di atas. Agak gelap di dalam. Dingin dan misterius seperti masuk gudang tempat para pencoleng. Begitu masuk, ruang dengan panjang sekitar 10 meter itu sepi. Hanya ada kolam kecil dan tangga dari kayu.
Tangga curam ini yang mengantar tamu ke ruang sebenarnya, ruang makan. Bau rempah-rempah khas
Inilah gudang beras yang kemudian diubah menjadi restoran Coriander Leaf. Dari lantai dua tercium bau masa lalu. Tumpukan beras pasti menggunung di sini supaya tidak terjangkau air bila sungai pasang. Juga agar jauh dari tangan maling. Bau apeknya masih tercium di antara sengatan aroma masakan
Di depan Coriander Leaf mengalir Sungai Singapura. Tongkang lalu lalang. Sama persis dengan masa di tahun 1873-1914. Sungai menjadi nadi bagi Singapura masa lalu dan kini. Ketika kapal berlabuh di pelabuhan, tongkang akan mengambil dan menyimpan hasil bumi di gudang-gudang sepanjang sungai untuk kemudian dijual lagi. Dari hasil makelaran inilah kekayaan datang. Gudang-gudang ini ada di Clarke Quay.
Stamford Raffles, penguasa pertama yang mengklaim telah membangun Singapura sejak 24 Januari 1819 melihat ini kekuatan dagang yang luar biasa. Singapura tidak punya alam yang bersahabat untuk menumbuhkan bahan pangan. Raffles mengerahkan 120 budak yang dibawanya dan menurunkan prajurit
Pada 1900-an daratan penyangga gudang ini direklamasi. Apalagi Hongkong and Shanghai Bank mulai berdiri di tepi sungai, mendekati pusat perdagangan. Bau wangi uang membuat acara bongkar muat makin tidak populer. Apalagi ketika Marina South dan Marina Central di pertengahan 1970 menjadi kawasan perdagangan. Pemerintah Singapura terus memoles sungai dan menghasilkan lebih banyak SGD.
Sekarang tempat perdagangan yang paling sibuk di Sungai Singapura ini beralih fungsi. Sama-sama berdagang tetapi dagang wisata. Seluruh gudang dipoles. “Bahkan ada tempat ibadah yang kemudian menjadi pub Indo
Sudut menikung dermaga yang membuat Kevin Pang mendengus ini menjadi kawasan paling riuh. Clarke Quay diberi nama seperti gubernur kedua Singapura, Andrew Clarke. Musik jazz dari resto-resto di Clarke Quay ingin memberi kesan romantis. Sedikitnya terdapat 14 restoran berkelas internasional di sini. Setelah dibenahi dan menghabiskan biaya sedikitnya 15 juta SGD atau lebih dari Rp 97 miliar, inilah tempat nongkrong favorit kaum yuppies Singapura juga wisatawan.
Jadi ingat Jl Kayun Surabaya. Di Kali Surabaya ada aktivitas bongkar muat sayuran. Hotel Brantas pun sempat menikmati masa silir-silirnya angin sungai ini. Bahkan Kayun dipoles menjadi tempat makan dan nongkrong yang adem. Tak beda, bukan? Sekarang silir-silir berganti dengan bau busuk sisa sayuran. Tempat makan di Kayun juga sudah diberi aba-aba hengkang. Dan Kali Surabaya, ah… sama-sama tahulah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar