30 Maret 2011

Hemat Atau Pelit?

Uang ada, tetapi sayang dikeluarkan untuk menraktir teman. Bukankah masing-masing sudah mendapat jatah uang makan dari kantor? Bukankah urusan makan siang adalah kewajiban pemilik perut masing-masing?

Jika menghadapi teman seperti yang sulit menarik selembar uang dari dompetnya, sebenarnya itu hemat atau pelit? Sulit membedakan sifat pelit dan kebiasaan hemat. Paling tidak bagi Mariana, 32. Ibu satu balita itu mengeluhkan kepelitan Doni, 32, suaminya.
“Ketika pacaran sebenarnya saya sudah menangkap sinyal itu. Jika makan berdua dia tidak pernah mau masuk restoran, maunya makan di kafe biasa. Satu-satunya acara belanja datang ketika musim diskon,” kata karyawan di perusahaan farmasi di Sidoarjo. Doni juga bekerja di perusahaan yang sama.
Doni hanya tertawa mendengar penuturan istrinya. Dia membenarkan cerita itu. Akan tetapi, Doni punya alasan lain. “Jika bisa makan di tempat yang biasa-biasa saja dan itu sudah membuat kenyang, mengapa harus ke restoran? Saya membayar makanannya dan bukan pelayanan serta suasananya,” ungkap Doni. “Tentang belanja saat diskon, saya punya alasan juga. Kebutuhan sehari-hari saya tidak banyak dan itu bisa dipenuhi dari minimarket dekat rumah. Kebutuhan lain seperti baju kan tidak sering. Saya senang punya baju baru, tetapi jika itu bisa dibeli saat diskon, bukankah lebih menguntungkan? Saya bisa kok menahan diri untuk kebutuhan yang bisa ditunda sampai ada diskon,” tambah Doni.
Doni justru merasa heran dengan luapan tak berdaya istrinya ketika tidak punya uang. Istrinya akan mengucapkan kaul seperti kalau nanti punya uang, mau beli dua tas baru atau pokoknya bulan depan akan beli jaket panjang. Harus. Sikap Mariana itu yang tidak ada dalam kamus Doni.
Kenali sifat pasangan. Menurut David Bach, penulis Smart Couples Finish Rich, sikap impulsif Mariana yang berusaha mewujudkan janjinya ketika sedang tidak punya uang akan dianggap boros oleh Doni. Sebaliknya, Mariana merasa Doni superhemat alias pelit.
Carmen Wong Ulrich, perencana keuangan, menyatakan bahwa setiap orang memiliki tujuan tentang uang. Ada yang menganggap uang adalah sumber kebahagiaan, ada juga yang menganggap uang harus disimpan untuk hari tua, atau anggapan bahwa uang diciptakan untuk dihabiskan. Pasangan yang akan menikah sebaiknya sudah sejalan dengan tujuan uang. “Jika kebutuhan utama pasangan muda adalah memiliki rumah, maka suami-istri harus saling membantu untuk mewujudkannya. Dengan mengetahui tujuan uang masing-masing, ia akan belajar memahami cara berpikir pasangannya tentang uang,” tutur Carmen.

Hemat Vs Pelit
Apa sebenarnya perbedaan antara hemat dan pelit? Dalam keuangan, kedua sifat itu bisa jadi berimpitan. Krisis keuangan membuat orang harus mulai hidup hemat dan lebih banyak menabung, untuk memberi kemandirian finansial. Wajar bila kemudian dicri cara untuk memangkas pengeluaran.
Apa ciri-ciri orang hemat? Yang sederhana adalah membeli barang-barang yang dibutuhkan saat ada diskon. Kebutuhan sehari-hari yang biasanya dalam jumlah besar sebaiknya memang diburu saat diskon. Berbekal lembaran daftar promo, barang kebutuhan dapat diperoleh dengan harga miring. Itu adalah hemat. Anda termasuk kategori pelit apabila hanya mau membeli barang yang didiskon. Selain yang didiskon, tidak diambil meski sebenarnya membutuhkannya. Akibatnya, orang akan memburu barang-barang murah meski sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan.
Menabung memang harus, tetapi jika semua penghasilan ditabung dan tidak menyisihkan sebagian untuk menikmati hidup, jangan-jangan sudah masuk wilayah pelit. Menurut Koeswara dari Unika Widya Mandala Surabaya, dalam membagi pos pengeluaran, sisihkan untuk ‘bersenang-senang’. “Jumlahnya tidak lebih dari 30 persen setelah dipotong untuk membayar kewajiban seperti utang, kredit rumah, kredit kendaraan, dan lain-lain. Jumlah itu cukup memadai. Persentasenya jangan terlalu besar karena akan membuat boros, tetapi juga jangan terlalu kecil sehingga menjadi pelit,” kata Koeswara.
Pelit namanya jika naik kendaraan umum bersama anak dan Anda memaksa diri memangku anak yang seharusnya bisa duduk sendiri hanya agar bisa membayar untuk satu orang. Lihatlah betapa penumpang lain harus berdesakan karena porsi tempat duduk Anda menjadi lebih luas.
Menyusun anggaran dan menabung harus dilakukan secara terukur, agar bisa tetap bertahan hidup dengan layak, dan mencapai tujuan finansial yang diinginkan. end

Tidak ada komentar: