30 Maret 2011

Sip… Jatah Hura-hura!

Sebulan penuh bekerja, ketika mendapat gaji rasanya lega. Begitu angka di ATM bertambah sepertinya ada bertumpuk kebutuhan yang harus dipenuhi. Kalau sudah begini, kapan bisa berhura-hura?

Rasanya sah-sah saja jika gaji sebulan untuk membeli tas idaman. “Toh harganya tidak sampai Rp 500.000,” kata Agnes Berliana (26). Karyawan asuransi ini hampir setiap bulan menganggarkan dana untuk tas dan sepatu.
“Maklum, saya kan harus sering menemui klien. Jadi, penampilan harus dijaga. Baju sih lebih ngirit karena ada seragam dari perusahaan, tetapi sepatu dan task an harus serasi,” alasan lajang yang mengaku pendapatan hampir Rp 4 juta itu. Meski menjadi bagian dari atribut bekerja, bagi Nines, sapaan Agnes, sepatu dan tas masuk kategori hura-hura. Dia merasa pantas menganggarkan sekitar Rp 1,5 juta untuk makan-makan, nonton film, atau liburan ke luar kota.
“Mumpung masih lajang. Nanti kalau sudah berkeluarga pasti tidak punya kesempatan memakai dana hura-hura seperti ini,” aku Nines.
Para lajang yang memiliki penghasilan sendiri sering merasa gaji yang didapat pantas dihabiskan, toh uang itu hasil keringat sendiri. Besar uang yang rontok dari dompet tidak sama. Ratna Sari (28), dosen di kampus swasta Surabaya, merasa perlu mendandani penampilan mulai dari kerudung hingga sepatu. “Setiap hari saya berhadapan dengan mahasiswa yang trendi. Dosennya jangan sampai kalah, dong,” kata Ratna. Untuk urusan penampilan, gajinya terkuras meski masih bisa disisihkan sedikit untuk tabungan. “Nantilah kalau menikah saya mengerem kebiasaan ini,” kata Ratna sambil tertawa.
Nines dan Ratna cukup beruntung karena dapat menikmati seluruh gajinya. Murni Sri Wahyuni (32) harus berpikir sangat panjang untuk membeli tas seharga ratusan ribu rupiah. “Daripada untuk membeli tas, lebih baik untuk bayar les anak-anak,” kata ibu dua anak ini. Jika sudah sangat ingin mendapatkan barang yang harganya mahal, biasanya guru SMA ini menabung dulu atau mengangsur. “Lha, bagaimana lagi? Kebutuhan anak menjadi prioritas,” kata Murni yang mencoret dana hura-hura dari anggaran bulanannya.
Sebenarnya Murni tidak perlu mencoret dana hura-hura karena jika ada dana itu maka kebutuhan untuk bersenang-senang meski hanya sedikit dapat terpenuhi. Menurut Daniel Tulasi SE MM CFP, perencana keuangan dari Unika Widya Mandala Surabaya, sebetulnya jumlah nominal yang bisa diambil dari pendapatan seseorang untuk rekreasi –yang disebut Nines dana hura-hura—pada masa lajang dan keluarga muda tidak dapat ditentukan secara pasti. Pendapatan itu tidak hanya gaji. Penghasilan di luar gaji juga harus dihitung dalam komponen pendapatan. “Akan tetapi, pendapatan dan tujuan keuangan biasanya dijadikan pertimbangan pokok yang dapat dijadikan dasar pengambilan keputusan keuangan,” kata Daniel, Rabu (1/12).
Para lajang memang lebih leluasa memakai pendapatannya untuk ‘menikmati’ hidup. Akan tetapi, Daniel menyarankan dana hura-hura itu cukup disediakan 12 persen dari total pendapatan. “Jangan lupa, mereka harus menyisihkan uang untuk asuransi dan tabungan,” ujar Daniel. Asuransi itu sebaiknya dimulai sejak muda sebagai bekal kelak ketika sudah tidak bekerja. Asuransi seharusnya masuk perspektif biaya wajib sehingga saat mendapat gaji, wajib disisihkan untuk asuransi.
Berbeda dengan lajang, pasangan muda yang sama-sama bekerja dengan satu anak, misalnya, memiliki prioritas berbeda. “Mereka harus menyisihkan asuransi, persiapan pendidikan anak, tabungan, dan investasi seperti properti. Adakah dana untuk hura-hura? Anggarkan saja 10 persen. Kelihatannya persentasenya kecil, tetapi karena pendapatannya rangkap, maka besarannya juga makin tinggi,” tutur Daniel. Meski demikian, anggaran untuk hura-hura ini sebaiknya digunakan secukupnya. Jika bersisa, segera masukkan pos tabungan. end

Kebutuhan Berjenjang
Jumlah nominal yang bisa diambil dari pendapatan seorang untuk hura-hura pada masa lajang dan keluarga muda tidak bisa ditentukan secara pasti. Akan tetapi pendapatan dan tujuan keuangan biasanya dijadikan pertimbangan pokok yang dapat dijadikan dasar pengambilan keputusan keuangan. Tujuan keuangan, antara satu orang dengan orang lain berbeda karena ditentukan oleh situasi individu, kebutuhan, tujuan hidup, dan perilaku atau gaya hidup.
Meski demikian secara umum tujuan keuangan itu seperti proteksi atas risiko personal, akumulasi capital atau dana untuk investasi, persiapan dana sebagai pendapatan waktu pensiun, pengurangan biaya pajak, perencanaan warisan (pembagian harta bagi ahli waris), manajemen investasi, dan lain-lain. Jika perencanaan keuangan ini dikaitkan dengan siklus kehidupan yang umumnya dibagi atas masa anak-anak, masa lajang, masa awal pernikahan, masa orang tua dengan anak, masa tua awal, masa awal pensiun, dan masa pensiun.
Pada masa anak-anak, orang tua yang merencanakan keuangan untuk anak, mulai kebutuhan sandang-pangan hingga pendidikan karena anak sepenuhnya bergantung pada orang tua. Masa lajang (mulai bekerja), orang mulai melepas ketergantungan pada orang tua dalam bidang fianansial. Perencanaan keuangan pada masa ini umumnya dititikberatkan pada kebutuhan jangka pendek seperti persiapan menikah, membeli kendaraan, rumah. Selain itu mungkin masih ikut bertanggung jawab pada anggota keluarga lain seperti ikut membiayai adik, orang tua, juga dana antisipasi risiko seperti asuransi, dan lain-lain.
Pada masa awal pernikahan biasanya pendapatan relatif masih kecil namun pengeluaran relatif besar sehingga suami istri harus bekerja. Saat ini tabungan rutin penting, alokasi dana untuk proteksi diri, keluarga, pekerjaan menjadi prioritas, begitu juga dengan perencanaan dana untuk masa pensiun. Ketika memiliki anak ada pengeluaran tambahan untuk anak, tenaga pengasuh anak (jika istri tetap bekerja). Hal penting dari masa ini adalah persiapan pendidikan anak maka menabung meruapakan hal paling pokok.
Masa tua awal biasanya perekonomian keluarga mapan namun dana untuk kesehatan dan pensiun mungkin tinggi. Selain itu keinginan untuk investasi tinggi dan makin maksimal ketika memasuki masa awal pensiun. Pada saat ini orang melakukan prioritas proteksi atas pendapatan, penyakit, kematian.

Masa awal pernikahan. Jika suami istri bekerja, pendapatan akan meningkat, misalnya Rp.6 juta.
Kebutuhan hidup dan operasional ≤ 50%
Asuransi ≥ 10%
Investasi mis. properti ≥ 12%
Persiapan pendidikan anak (1 org) ≥ 5%
Tabungan ≥ 8%
Dana untuk hura-hura ≤ 10%
Lain-lain (mis. membantu keluarga) ≥ 5%
Namun sekali lagi, pendapatan dan tujuan keuangan, terutama gaya hidup seorang sangat menentukan porsi dana untuk hura-hura.

Tidak ada komentar: